TGH. Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Lahir pada hari Ahad, 13 Rabiul Awal 1319 H bertepatan dengan tanggal 30 Juni 1901 M dari pasangan H. Abdul Hakim dan Inaq Amsiyah di Karang Bedil Kediri Lombok Barat. Bayi ini kemudian diberi nama Tahir. Tahir adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya bernama Ratminah.
Beliau menjalani masa kecilnya sebagai pengembala kerbau sampai aqil balignya, yakni sekitar berumur 12 tahun (1913 M) dan sambil menjadi petani sampai berumur 14 tahun (1915 M). Dengan demikian praktis beliau tidak pernah mengenyam pendidikan secara formal kecuali pernah diajarkan membaca al-Qur’an oleh pamannya H. Abdul Halim. Pamannya tidak hanya berperan sebagai guru ngaji, tetapi juga sempat mengasuh dan membantu biaya hidupnya.
Saat berumur 16 tahun beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 1917 M. Sudah menjadi tradisi masyarakat Sasak waktu itu bahwa ketika seorang menunaikan ibadah haji, maka beliau bermukim di Mekah untuk menimba dan mendalami ilmu agama. Tradisi mukim ini pun dijalani olehnya selama 5 tahun, yakni sampai tahun 1922 M. Pada haji pertama inilah beliau berganti nama dari Tahir menjadi H. Abdul Karim.
Adapun kali kedua beliau menunaikan ibadah haji sambil menuntut ilmu adalah pada tahun 1938 M (1357 H) dan bermukim selama 2 tahun sampai tahun 1940 M (1359 H). Kali ketiga beliau menunaikan ibadah haji adalah saat menemani istri tercinta Hj. Khairiyah binti H. Mujtaba pada tahun 1958 M dan tidak sampai bermukim lama di Mekah.
Selama di Tanah Suci beliau tekun menuntut ilmu dari sebagai perwujudan dari mimpi masa kecilnya.
Beliau mendapatkan ijazah keilmuan yang mutlak lagi sempurna sampai kepada Imam Nawawi dari Syekh Sayyid M. Amin Kutby pada hari Sabtu, 22 Dzulhijjah 1357 H bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1939 M. Ijazah ini didapat pada waktu beliau berziarah kepada Syekh Sayyid M. Amin Kutby dengan maksud berpamitan dan mohon doa restu akan kembali ke Indonesia.
Selama hidup, TGH. Abdul Karim menikah sebanyak lima kali dan mempunyai 22 orang anak. Sang Tuan Guru tutup usia pada hari Senin, 11 Jumada al-Ula 1396 H/10 Mei 1976 M jam 10.30. Salah satu pesan yang beliau sampaikan kepada anak-anak nya adalah "Burung tidak bisa terbang hanya dengan satu sayap, ia butuh kedua sayapnya". Beliau adalah orang yang berpegang teguh kepada prinsip pentingnya keseimbangan ilmu agama dan ilmu umum. Oleh sebab itu, setiap anaknya diharuskan untuk mempelajari keduanya, meskipun titik beratnya ada pada ilmu agama. Sikap ini berangkat dari kesadaran TGH. Abdul Karim tentang pentingnya ilmu umum selain ilmu agama dalam menghadapi tantangan hidup di zaman modern.
Semoga Allah SWT melapangkan kuburnya, mengampuni khilafnya dan menerima segala amal ibadahnya.
(Disadur dari buku "SETENGAH ABAD NURUL HAKIM)